Monday, October 15, 2012

Rinjani


Tiga bulan sebelum lebaran saya lihat-lihat notifikasi Facebook, sesuatu yang jarang saya lakukan selama ini. Ada notifikasi teman yang baru ditandai dari sebuah gambar brosur fun hiking Rinjani menarik perhatian saya.
Saya baca informasi di dalam leaflet  tersebut, dan semuanya sangat menarik, ingin ikut karena masih terasa relatif murah Rp. 1.450 ribu, tapi ragu-ragu karena saya bukan anak muda lagi. Tapi dalam brosur dari produsen perlengkapan Outdoor CONSINA itu disebutkan program itu adalah sebuah fun hiking, yang saya pikir tidak dipaksa dengan target pendakian tertentu.
Selanjutnya saya googling tentang gunung Rinjani, apa dan bagaimana perjalanan ke sana, dan yang paling penting adalah jadwal perjalanan itu, karena memakan waktu selama 10 hari. Saya googling mengenai kalender akademik, karena saya harus tetap menjalankan kewajiban saya untuk mengajar. Dari cari-cari informasi mengenai libur lebaran saya putuskan bisa ikut, karena jadwal perjalanan dari hari ketiga lebaran 21 Agustus 2012.
Saya langsung daftar dan bayar tunai uang pendaftarannya, karena senang ternyata tidak ada syarat ini itu termasuk umur.
Selanjutnya di Technical Meeting pertama, di CONSINA Warung Buncit, saya sebenarnya merasa canggung, pasti di sana semua anak-anak gunung yang sudah banyak pengalaman naik. Dan memang benar adanya, suasana obrolan yang sangat santai, sebagian besar mereka sudah pernah ke gunung-gunung di Jawa. Di pertemuan ini memang cuma peserta yang mendaftar di Jakarta yang ikut, padahal peserta berasal dari berbagai wilayah. Tapi rasa canggung saya hilang karena memang ditekankan kembali, bahwa perjalanan ini adalah Fun Hiking, kami bisa saja menggunakan Porter atau tidak perlu memaksakan ke Puncak Rinjani bila kondisi tidak memungkinkan.
Dalam hati saya katakan, tidak apa-apa lah sekedar cari pengalaman dan pertemanan dari komunitas yang beda dari biasanya saya bergaul. Komunitas anak gunung sebenarnya bukan yang baru buat saya, karena saya sebenarnya senang sekali melakukan perjalanan seperti itu, terutama waktu kuliah saya sering mendengar cerita-cerita teman yang biasa naik gunung. Tapi apa daya situasi dan kondisi keuangan waktu itu tidak memungkinkan saya melakukannya.
Setelah TM 1 hari-hari saya habiskan untuk mencari informasi mengenai teknik pendakian dan peralatan-peralatan yang diperlukan, orang-orang menabung berbelanja lebaran, sedangkan saya menabung untuk Rinjani.
Saya beli backpack Carrier merk Deuter, gak tanggung-tanggung, sekali beli yang bermerk, saya beli sepatu trekking murah dari kulit bikinan Garut (Garsel) beli lewat OnLine yang membuat saya berkali-kali melakukan transaksi Online dan menginspirasi saya untuk ikutan jualan Online.
Yang paling heboh adalah saya beli makanan ransum tentara, sesuatu yang sulit didapatkan karena sebenarnya barang itu tidak boleh dijual. Saya lalu mencari sampai ke markas Marinir Cilandak. Saya masuk ke sana melewati gerbang dan sampai disuruh menuntun motor saya juga hmmm. Tapi saya akhirnya dapat, tapi terlalu banyak, karena saya beli langsung satu dus berisi 30 kaleng @400gr. Saya hanya butuh untuk tiga malam berkemah, maka saya hanya membawa 12 kaleng, pertimbangan saya karena saya tidak punya cooking set untuk berkemah, jadi saya hanya membawa yang praktis-praktis saja.
Kalau diperhatikan keputusan ini salah, karena saya berarti membawa 12 paket makan yang sudah matang berarti berisi air juga beserta wadahnya yang dari kaleng. Satu kaleng berisi makanan berat bersihnya 400gr, berarti untuk ransum saja saya sudah membawa +/- 5 Kg.

Hari yang dinanti tiba para peserta dari Jakarta berkumpul di Toko Consina Warung Buncit jam 7.00 WIB. Saya berangkat dengan sepeda motor diantar adik saya, dalam perjalanan Bintaro-Warung Buncit, kaki saya sudah kram karena berat beban dalam tas saya, walaupun sudah berulang kali saya melakukan bongkar dan packing.
Saya pikir peralatan saya yang paling berat jadi saya malu-malu waktu datang ke sana.
Maklum, karena pelajaran packing adalah pelajaran pertama bagi pencinta alam. Saya takut dibilang salah packing soalnya hehehe.
Datang di sana langsung menepi ke tempat yang tidak begitu ramai karena ternyata banyak peserta lain sudah tiba. Saya langsung melakukan packing ulang, karena saya juga bawa bodypack yang saya satukan dalam carrier saya. Kebetulan perjalanan juga menggunakan bis selama 3 hari 3 malam ke lombok, jadi tidak semua barang dimasukkan ke dalam carrier, dan carrier bisa ditaruh di bagasi bis.
Perjalanan ditunda sampai satu jam lebih karena menunggu teman dari Medan yang baru sampai di Jakarta, namanya Charles Sitohang, seorang pengusaha kantin di sebuah kampus di Medan.
Perjalanan dengan bis selama itu belum pernah saya lakukan, kecuali perjalanan ke Bali pada akhir tahun 2011, dan itu pun masih mampir-mampir untuk menginap di malang dan Jogja. Tapi perjalanan itu justru membuat banyak cerita dan keakraban tersendiri.
Suasana pemberhentian makan prasmanan

selalu keadaan ini ada di tempat pemberhentian

Perjalanan beberapa kali terhenti untuk istirahat dan buang air, tentu saja untuk makan di resto-resto yang sudah ditentukan panitia. Sampai di pelabuhan Ketapang sudah menjaleng tengah malam, dan kami melakukan penyebaerangan dengan angin yang berhembus sangat kencang. Beberapa teman kami bahkan tidak tahan dengan ayunan kapal akibat ombak yang menghantar kami ke Gilimanuk.
Sesampai di Gilimanuk suasana pelabuhan sangat sepi tidak seperti siang hari, dan sebagian besar dari kami juga tidak begitu peduli suasana di luar bis. Kami semua ingin cepat-cepat masuk bis dan melanjutkan tidur kami, dan tentu saja perjalanan ke Padang Bai. Perjalanan memotong Pulau Dewata ini kalau tidak salah selama 5 jam, dan kami sudah sampai di Pelabuhan Padang Bai pada saat menjelang Sun Rise.
Keadaaan  dan suasana Padang Bai belum pernah saya alami, di sana saya merasa senang dan antusias karena saya akan pergi menyeberang melebihi pulau Bali. Perasaan penasaran seperti apa pulau di seberang juga terhibur oleh keindahan pantai yang bersih di Padang Bai.
Padang Bai

Perjalanan dari Padang Bai ke Lembar memakan waktu hampir 5 jam dengan ombak pantai pagi hari yang tenang. Walaupun kami baru saja melewati tidur di dalam bis, tetap saja kami masih merasa kelelahan karena perjalanan sebelumnya. Karena itu setelah selesai melakukan foto-foto dan narsis sendiri, kami duduk mengobrol dan tertidur kembali.
Sirine kapal berbunyi dan perjalanan terasa tersengal-sengal karena kapal melakukan docking, kami pun bersiap-siap dan langusung ke buritan penasaran seperti apa pulau Lombok, terutama bagi yang pertama kali melihat pulau ini.

Dari jauh pulau itu terlihat gersang, namun puncak Rinjani bisa terlihat pada pagi itu. Kami pun sedikit jumawa dan menunjuk ke sana sambil berkata I'll be there.
Setelah melakukan docking yang memakan waktu lebih dari satu jam, kami pun melanjutkan perjalanan. Kami beristirahat di kota Mataram selama hampir 2 jam, walaupun diiformasikan hanya untuk satu jam. Pemberhentian tersebut untuk istirahat makan dan membeli perlengkapan yang mungkin belum disediakan, karena ini adalah pemberhentian terkahir untuk berbelanja.

Hampir Maghrib kami tiba di daerah Sembalun, tapi kami salah arah menuju Meeting Point untuk dijemput kendaraan bak terbuka yang akan membawa kami ke gerbang Sembalun, awal pendakian kami. Kalau tidak salah kami terlalu jauh hingga setengah jam, dan menjadi satu jam dengan perjalanan kembali ke track yang benar.
Sesampai di meeting Point jam menunjukkan angka 7 WIB berarti jam 8 WITA, dan kami masih harus melakukan packing ulang untuk menyortir barang yang bisa ditinggalkan dalam bis. Untuk saya lebih malang lagi, karena saya harus di regroup dengan teman yang lain, karena berdasarkan program panitia yang membagikan tenda, tenda untuk tiga orang dan ada tiga group termasuk saya yang masih terdiri dari 2 orang.
Semua persiapan yang saya lakukan dengan teman saya sebelumnya mentah, dan saya melakukan packing terburu-buru, karena saya harus bergabung dengan tim lain. Setelah memakan waktu hampir 1 jam kami selesai packing dan bertumpuk di bak terbuka.
Tidak terpikirkan sebelumnya oleh saya perjalanan dengan kol bak terbuka ini membuat kondisi saya langsung drop, karena udara dingin waktu itu langsung menerpa badan saya yang belum memakai pakaian yang cukup, untuk mengambil lagi pakaian saya dalam carrier sangat tidak mungkin, akhirnya saya mengalami flu yang cukup mengganggu pernafasan saya. Mungkin itu juga akibat dari perjalanan dalam bis berAC yang sangat lama.
Sesampai di gerbang Sembalun kami sudah disambut oleh guide dan Ranger yang disediakan oleh panitia. Kami mulai dibagikan label pendaki dan dikelompokkan, semuanya dilakukan dalam keadaan gelap dan sangat dingin bagi saya. Saya melakukan packing ulang dan cepat-cepat masuk ke group, saya masuk ke kelompok pertama dan diminta segera melakukan perjalanan.
Bonus cuma di awal, sisanya adalah perjalanan menanjak walaupun tidak curam. Di sekitar perjalanan adalah rumput Sabana yang membentang entah ke mana, karena jarang pandang saya hanya sejauh head lamp saya terarah.

Pendakian sebagai start ini begitu mengagetkan, karena kami baru saja menempuh perjalanan yang panjang dengan kaki yang selalu tertekuk, dan sekarang kami harus mendaki dengan ditemani debu kemarau yang datang ke wajah menggetkan karena tidak begitu jelas terlihat pada malam hari.
Target adalah Pos satu Sembalun untuk para pendaki melakukan perkemahan dan beristirahat sebagai persiapan perjalanan selanjutnya. Ternyata di sana sudah ada kelompok Consina yang sudah sampai terlebih dahulu yang melakukan perjalanan menggunakan pesawat.

 Tiba di Pos Satu kami langsung bongkas muat dan memasak untuk mengisi perut kami yang keroncongan akibat kelelahan pendakian awal ini.

Jam 5 WIB saya terbangun padahal saya merasa baru saja tidur, tapi mata tidak bisa lagi diajak terpejam, berarti sudah jam 6 waktu itu di sana. Suasana pagi hari di Pos satu sangat indah, saya langsung mencari kamera dan mengambil beberapa gambar. Tapi sayang gambar dari kamera yang saya bawa tidak jernih, karena ternyata ada masalah dengan kamera tersebut.
selanjutnya menuju Pos 2 Pelawangan, nanti deh cape




Print Friendly and PDF